Keberadaannya cukup penting karena termasuk pabrik gas alam cair yang terbesar didunia, juga pemasok devisa terbesar setelah minyak untuk bumi Indonesia.
Ada 2 komplex besar dikota Bontang ini yakni PT Badak LNG ( komplex dimana kami pernah tinggal) dan komplex PT Pupuk Kaltim. Yang keduanya rasanya mempunyai pegawai hampir sama sekitar 1500 pegawai tetap.
Kami pernah tinggal di komplex perusahaan selama 15 tahun lebih beberapa bulan, di compound yang lumayan lux, juga serba diprovide kantor.
Fasilitas kolam renang ada 3 buah, lapangan golf 18 holes, bowling, lapangan tennis, lapangan badminton indoor, tempat gym, arena senam, lapangan bola, pokoknya segala fasilitas ada. Listrik, air, pelayanan dokter dan rumah sakit gratis dan sekolah anak sampai SMA gratis.....
Lagi jaman jaya2nya sebelum segala sesuatunya jadi bahan omongan, kami masih punya commisarry, juga ruang video dan film, yang filmnya lumayan bagus ( malah saya nonton film Ghost itu di ruang serba gunanya komplex), lalu setiap ada perayaan 17 Agustus selalu ada artis ibukota datang, juga kalau tahun baru pake acara turkey dinner segala, dengan artis2 ibukota.
Yang pernah datang ke Bontang a.l : Niki Astria, Dorce, Mayangsari, Nia Daniati, Coklat ( kalau yang ini sih karena ibunya memang orang komplex kami) dan banyak lagi sampe lupa, eh malah AA Gym, Lutfiah Sungkar aja pernah berceramah ditempat kami.
Tapi sejak jaman reformasi, banyak hal2 yang seharusnya biasa kami nikmati mulai dikurangi karena banyak wartawan2 yang cenderung memojokkan tentang kehidupan didalam komplex kami, jalan2 yang mulus luas, listrik yang terang benderang ( karena memang pabrik LNG tsb bikin listrik sendiri, jadi apa salahnya ?), juga air yang melimpah ruah, karena memang sumur yang ada dalam komplex dibor seperti ngebor minyak dalamnya, jadi dapat sumber air yang katanya gak bakal habis sampai kapanpun. Semua itu diliput untuk dipojokkan, anehnya.
Sampai hal kecil jadi masalah seperti ketika komplex kami akan dipagar saja, diprotes katanya sok exclusif, padahal maksudnya supaya jelas batas antara komplex perumahan ini dengan kepentingan kota Bontang sendiri, karena belakangan ini juga kota Bontang mulai bebenah.
Juga dengan banyaknya pendatang, yang tadinya Bontang tuh aman tentrem gak ada pengemis mulai tahun2 belakangan ada, yang namanya gak ada tukang parkir belakangan mulai marak tukang parkir. Dan kriminal mulai dikenal dalam dekade terakhir. Jadi karena komplexnya besar, banyak juga pegawai yang mengeluh karena meski dijaga 24 jam tetap aja banyak barang hilang diteras rumah, maka perusahaan berusaha meminimalkan dengan dipagar, eh lho kok diprotes, komplexnya orang kok dia yang ribut.
Pada jaman kami mulai tinggal di Bontang tahun 1989, keadaan masih sangat aman sekali, gak ada pengemis, gak ada tukang parkir, tetapi juga gak ada toko besar, gak ada pasar yang dikelola pemerintah dan jalan2 pun masih seadanya untuk diluar komplex, karena itu perusahaan mengadakan Commissary yang isinya banyak barang import dan juga bahan makanan dari Surabaya. Makanan import dijual karena dikomplex banyak expat yang tinggal, sedang jalanan yang menghubungkan Bontang dengan kota lainnya yang lebih besar belum terlalu baik, hanya ada pesawat charter itupun harus bergantian dengan sistem seat available. Jadi agar memudahkan mereka ya bahan makanan mereka diprovide ditoko ini.
Juga karena banyaknya expat yang tinggal sampai ada sekalah international untuk anak2 mereka, bahkan komplex sebelahpun ( Pupuk Kaltim) menyekolahkan anaknya ditempat kami.
Untuk masuk ke komplex kami pun disetiap gerbang ada penjagaan yang ketat, para pembantu pun kalau tinggal diluar komplex setiap masuk harus mengenakan badge yang dibuatkan oleh tuannya, juga para tukang kebun, pokoknya gak bisa sembarangan masuk komplex. Belakang juga jadi omongan koran setempat yang mengatakan sok exclusif, padahal gak ngerti kali kalau pabrik yang ada dalam komplex ini adalah industri strategis sekali, disitulah devisa didapat, kalau ada apa2 gimana ?
Tapi kemudian hal ini bisa dimengerti ketika Ashari kabarnya lari ke Kaltim, waduh yang namanya jalan masuk komplex ketat sekali deh, sampai kita penguni kadang merasa risih juga, tapi ya demi keamanan bersama, apa boleh buat.
Yang disesalkan itu commissary, ketika masih jalan, ada anggota kemasyarakatan menulis artikel koran setempat, katanya dengan adanya toko didalam komplex maka uang orang2 dalam komplex hanya berputar didalam, sedang masyarakat luar gak kebagian perputaran tsb, gak ada pemerataan. Sebetulnya itu tidak benar karena tetep aja sih ibu2 mah senang belanja juga diluar komplex, kan biasalah ibu2 belanja mah selalu cari dimana aja, tapi itulah jaman mulainya reformasi semua kebablasan....dan artikel tsb di counter oleh segelintir orang untuk memojokkan perusahaan yang akhirnya management memutuskan untuk ditutup.
Mungkin sederhana saja penyelesaiannya ditutup, tapi dibalik itu ada 80 pekerja yang kena PHK.....Nah tokoh masyarakat yang tadinya paling kenceng meneriakkan agar segera ditutup nih commissary, terus mikir gak ya kalau 80 orang yang kena PHK ini keluarganya akan dikasih makan apa ? Uang sekolah anak2nya yang sedang usia sekolah akan dibayar dengan apa ?
Gak habis pikir deh jaman itu, apa yang dilihat gak sesuai dengan hatinya langsung tereak, dan jeleknya dia bayar wartawan untuk menulis dan menjelek2kan perusahaan dikoran mereka....Aneh sekali.
Gak mikir bahwa pegawai perusahaan itu kebanyakan diambil darikota besar dan biasanya expert2 yang biasa dengan kehidupan nyaman dikota besar, kalau mereka gak diberi fasilitas yang nyaman di hutan begini apa ya ada yang mau kerja dihutan ? Apa gak difikir biar gede pemasukanpun kalau gak ada fasilitas yang memadai untuk keluarga dan anak, jarang para experties mau kerja dihutan gini.....
Apa juga gak pernah compare dengan komplex2 perusahaan lain, nota bene perusahaan migas lainnya ? Kan rata2 ya standarnya seperti ini.
Ada satu lagi yang aneh, kasus lapangan golf, harusnya perusahaan punya 18 holes tapi pada jaman reformasi itu ada segelintir orang yang manas2in penduduk yang masih lugu untuk protes kepada perusahaan karena tanah mereka pada saat itu dibeli dengan harga sangat murah , karena katanya sekarang harga tsb gak worthed dan mereka minta kekurangan dari uang mereka minta dihitung dengan harga saat ini......
Apanya gak aneh, pada saat itu dimana2 ( thn 72) harga tanah diBontang mana ada yang mahal, lha wong daerah jin buang anak gitu, kalau terus kotanya berkembang lalu perusahaan juga jadi perusahaan gas terbesar, harga tanah di Bontang naik pesat, masa iya belinya dulu mintanya harga sekarang ?
Saya 100% gak percaya kalau itu pemikiran masyarakat yang tinggal disebelah komplex, mereka tuh lugu2, gak kepikiran deh nuntut menuntut kayak gitu, pasti ada somebody behind that. Untung urusan lapangan golf ini akhirnya bisa diselesaikan kalau engga kan yang main golf cuman bisa main sampai ke holes 9 aja.
Tapi yang paling parah dan entah saat ini urusan tsb udah selesai apa belum, saya gak jelas lagi , adalah urusan tanah yang dilewati oleh pipa gas kebetulan milik seseorang yang sudah dibeli oleh perusahaan saat dulu dan kasusnya mirip dengan lapangan golf.
Meskipun pabrik pengolahan gasnya ada dalam komplex tapi sumber gasnya ada dilapangan yang harus dialirkan ke dalam pabrik, jadi si pipa nih melewati tanah ex milik si Pak A, ternyata dia selalu nyatroni tuh pipa dan duduk2 disekitar pipa, kadang membahayakan keamanan pipa karena dia bakar2 ikan disana. Mula2 masih diperingatkan agar jangan masuk tanah tsb, tapi malah di counter dengan kekerasan, satpam perusahaan malah dipukul, lalu berakhir polisi datang, eh dia malah bawa segerombolan untuk mengacau daerah pipa tsb, dan malah mengancam akan meledakkan pipa tsb....kebayang gak gimana ngerinya ?
Akhirnya menjadi urusan panjang yang jadi berakhir keruang sidang, beberapa kali malah hakimnya yang diancam gerombolan mereka...karena mereka merasa akan kalah, pokoknya betul2 deh perusahaan kena peras dengan ulahnya..... Dari beberapa kali sidang mulai akhirnya tampak bahwa kubu mereka mulai melemah karena dasar2 mereka memang gak kuat, tapi entahlah kelihatannya tetap saja perusahaan harus bayar mereka lagi....
Nah kalau demikian hasilnya bayangkan berapa banyak tanah penduduk yang pada jamannya dibeli perusahaan lalu sekarang kalau semua nuntut mah..repot deh.
Sayang memang pada jaman reformasi mulai, semua kisruh, apa aja salah dan apa aja kena komentar jelek sehingga perusahaan juga bingung dan buntutnya apapun yang sudah lama dinikmati karyawan perusahaan ini harus terpangkas hanya karena ucapan2 segelintir orang yang sirik.....
Sampai terakhir kami meninggalkan komplex ini, masih terlihat tertata cantik, masih bisa menutupi banyak hal2 kenyamanan yang dulu kami alami yang sudah tidak ada lagi. Mudah2an komplex yang pernah kami tinggali selama 15 tahun ini masih bisa dinikmati penghuninya walaupun dengan kenyamanan yang sudah banyak berkurang. Sayang kalau sampai terbengkalai seperti nasibnya komplex PT Arun di Aceh.
Kami sebetulnya cinta dengan tempat ini, banyak kenangan manis disini, tapi dunia memang berputar, kami harus melanjutkan rencana kami untuk terus melangkahkan kaki kemana rejeki Allah yang lebih baik sedang menunggu.
Saat ini meski belum menjadi terminal akhir kami tapi tampaknya, kami saat ini sudah mendapatkan apa yang kami inginkan yakni tinggal dikota besar yang aman dan lingkungan Islami yang modern...... Alhamdulillah....
wah mbak, baca cerita mbak jadi ingat masalah di kampungku juga.
ReplyDeleteSejak reformasi muncul kasus-kasus aneh. Satu yg paling kuingat, pemerintah yg mengelolah masalah parkir jadi tukang palak, semua daerah dipalakin termasuk pekarangan rumah kita sendiri. Jadi sekarang setiap bulan semua rumah yg ada mobilnya diharuskan membayar ke pengelola parkir berdasarkan banyaknya mobil, padahal ini halaman rumah kita sendiri lho mbak, kita yg ngurus, tanah punya kita, yg bangun juga kita tapi tetap aja harus bayar ke pemerintah.. aku bingung ini logikanya bgmn ya??
Waktu baca cerita soal rakyat yg minta tanahnya dibayar harga sekarang padahal belinya dulu, aku jadi ingat soal parkir itu...
Mbak Esther, aku ngga pernah ke Bontang, suamiku malah udah, dia ada kerjaan di Pupuk Kaltim tahun 2000 yl, tapi situasi yg mbak gambarkan di Bontang kurang lebih sama dengan di Balikpapan.
ReplyDeleteSejak reformasi kayaknya tatanan hukum di Indo jd ngga jelas, padahal itu bukan tujuan demokrasi yg sebenarnya.
ReplyDeletebanyak kudengar orang mengeluh, katanya jaman saat soeharto dulu jauh lebih baik, keadaan lebih stabil, ekonomi tidak semorat marit sekarang.. jadi bagusan mana?
ReplyDeleteaku malah mikir apa tidak lebih baik kalau kita dijajah lebih lama, spt hongkong atau india?
karena banyak nilai-nilai positif yg mereka serap dari penjajah mereka :D
Banyak temen2ku juga yang berpikiran seperti itu, malahan mrk adlh org2 sekolahan yg udh nimba ilmu jauh ke negeri org, tapi menurut aku, itu bukan ide yang baik, mungkin cuma krn terbawa perasaan. Aku pikir kita masih perlu waktu utk berbenah, tapi jangan kelamaan.
ReplyDeleteGak ngerti juga ya apa justru inilah akibat dijajah, jadi bangsa nih terbiasa di atur seperti diktator baru rapih dan disiplin, begitu diktatornya hilang langsung bubar kabeh....
ReplyDeleteJuga kayak anak kecil kalau biasa dikerasin Ibunya, nurut rapih begitu ditinggal sang ibu, diasuh ama bapaknya yang rada cuek/longgar ama anak langsung segala isi rumah obrak abrik...iya gak ibu2 ....?
Kaya pepatah londo : de kat gaat me de hond blijft thuis, piep zeg de muis.....
( si kucing pergi yang tinggal dirumah anjing, maka si tikus seneng2 deh.....)
Kayaknya sih : India dan Malaysia dijajah Inggris tapi menjajahnya dengan cara juga memajukan bangsa; kalau belanda menjajah rasanya cuman ngambil keuntungan saja tapi bangsanya dibiarkan gak dididik. Menjajah dengan cara yang salah, kalau Inggris menjajah dengan cara yang betul jadi begitu merdeka malah jadi negara maju...minimal attitude bangsanya bagus.
wah ini sih udah sangat sangat kebangetan, masa retribusi dihalaman sendiri, padahal peraturan retribusi tuh kalau ditempat umum.....gendeng....
ReplyDeleteMemang ada beberapa warga Belanda yang kerja untuk PT Pupuk di tahun itu, saya malah kenal salah satunya yang sudah pulang ke Belanda saya lupa namanya.....
ReplyDeleteIya mentejemahkan reformasi sebagai cara yang salah dianggapnya kalau reformasi itu apa aja boleh.... bener2 kebablasen....
ReplyDeleteYang saya gak suka itu, wakktu jaman reformasi masa iya mahasiswa, kalau nyebut Pak Habiebie, main itu si Habiebie, kan gila, ontbeschoft banget. padahal blio nih masih presiden kami saat itu, saya gak fans banget juga sih ama Pak habiebie tapi kenapa sih kalau sopan dikit ?
Apa gak bisa sih respek sedikit dengan orang yang lebih tua, lalu kalau hal yang dasar aja udah gak bisa dilakukan akhirnya mana yang lebih baik ? yang dikritik atau yang mengkritik ?
Jadinya brutal mbak, seperti yg kita liat kasus2 sekarang yg ada di tanah air ... orang jadi main hakim sendiri. Padahal demokrasi bukan sampe dititik itu, masih buanyak hal yang perlu dipelajari secara bijak.
ReplyDeleteByk masyarakat yang buta undang-undang, bahkan perangkat hukumnya sendiri ")
ReplyDeletekadang saya heran juga malah elit politiknya yang kadang juga membuat rakyat yang buta hukum dipengaruhi, politik yang main kayu, main hantam saja, heraaannnnn banget deh....
ReplyDeleteIya memang demokrasinya di lihat dari sudut yang salah, dilihatnya cuman kebebasannya aja tapi tanpa tanggung jawab. Sedih ya ?
Mbak aku dulu ke Bontang cuma persinggahan kalo mau ke Samarinda, Dulu aku kerja di Sangatta, diKaltim Prima Coal, kurang lebih samalah kompleksnya dengan Pt Badak, juga jadi omongan sampai di kompas pernah ditulis kalo KPC ini 'halaman belakangnya' Australia karena semua fasilitasnya. Tapi sekarang Bontang, Sangatta dan sekitarnya lebih lebih Kalimantan Timur udah beda banget ya...sekarang mah udah 'kota' banget....katanya sih..he..he..he...
ReplyDelete(lha kok bisa pake punya anakku, ini hernik mbak !!!)
ooo ternyata kamujuga dari bumi kalimantan thooo? Dapat berapa lama di KPC ?kenal pak Heru Praptono dari bagian planning gak ? Itu teman suamiku. Aku juga pernah ke KPC, terutama ke Commisarrynya komplit bo' makanan baratnya. . Kami pernah piknik ke pantainya tapi jadi takut gara2 ada warning ada buaya......
ReplyDeleteHerty juga sering kecommisarrynya.
wah aku jadi kangen bontang nih...bontang tuh udah kaya rumah sendiri deh. aku biasa pergi ke pkt. makasih udah berbagi cerita ya...
ReplyDeleteOh iya ? kalau ke PKT dimana ? soalnya lagi jaman di Bontang, ibu2 PKT banyak sekali yang jadi langganan catering saya, dan pernah juga saya kasih kursus masak di PKT. tahun berapa disana ? Gak nyangka ternyata banyak juga teman MP saya yang dari Kaltim....
ReplyDeleteAyo gantian cerita dong.....
jadi ingat cerita temanku yang kebetulan ayahnya kerja Arun LNG... pada saat kami kuliah, sempat ayahnya minta keluar dan pindah ke jakarta karena suasana aceh pada saat itu sedang suramnya antara GAM dan pemerintah...
ReplyDeletetapi perusahaan gak ngebolehin karena ayah teman merupakan putera daerah...
sampe sekarangpun setelah lulus kuliah teman ini gak mau kembali ke Aceh...
wah sama kayak tempatku dulu ya mbak? barangkali pernah tahu PT Stanvac Indonesia, anak perusahaannya Caltex yg skr udah almarhum, dibeli sama pak menteri kita itu dulu syapa namanya aku lupa, trus jadi pt exspan, sekarang berubah lg jadi pt medco energi.
ReplyDeleteTau banget Fie, soale tahun 1955, ayahku kerja disono, masih Stanvac aja, dan malah dikirim sekolah ke Tulsa, amrik ; dimana sekarang rumahnya Indri AD. Kebayang gak pengennya aku ntar kalau Indri kembali ke Tulsa ( Agustus) jalan2 ke Tulsa, lihat sekolah Ayahku yang mungkin bisa untuk alternatif sekolah anakku ?????? merinding kan ? Sekarang lagi kamu tau Stanvac....rasanya dunia sempit....tambah merinding deh....rasanya kembali ke dunia Papaku.
ReplyDeletememang lihat PT Arun saat ini memang menyedihkan, banyak pegawainya yang pindah ke bontang tepat sebelum ada kekisruhan di Aceh, tetapi juga gas mereka sudah mulai habis jadi ya cuman tinggal sedikit yang bisa dibuat disana.......kayaknya itu masa depan Bontang tapi 20 tahun mendatang baru.....
ReplyDeleteaku juga prihatin nih, reformasinya kebablasan. Nggak rakyatnya, nggak elitnya. Aku nggak ngerti tentang pemikiran orang2, lha jual tanahnya puluhan tahun lalu, kog sekarang minta selisih harga dng harga kini. Reporter juga suka kebablasan kalau memberitakan sih.
ReplyDeleteDi satu sisi aku butuh dengar berita, di sisi lain suka eneg karena berlebih lebihan juga.
Bener mbak....sampe terakhir2 kalau aku pulang ke Jakarta, sudahlah denger beritanya dari mulut teman atau saudara aja, kalau nonton TV kok beritanya gak ada yang enak didenger....sedih ya mbak.....sedih sekali.....
ReplyDeletehome base sih jakarta, tp aku bolak balik bontang dari th 1992 sampai th 2000 (sebelum kawin dan pindah ke sini). maju banget lho bontang, di ujung gerbang pkt udah ada bontang plaza. kl kesana, aku nggak pernah lupa mampir di ikan bakarnya cak ali. dia selalu nyiapin telur ikan buat aku (orang lain kl tanya suka dibilang nggak ada, jahil banget deh cak ali nih).
ReplyDeleteps: pantesin resep kamu enak-2, rupanya...jagoan dapur tho?
Bukan jagoan didapur, tapi udah cukup lama berkiprah dicatering aja, udah 13 tahun lho....ya sekarang sih pensiun aja karena ya selain udah gak sekuat lagi jaman muda, ya biarlah yang muda2 aja yang merambah dunia ini....yang udah kayak saya sih tut wuri handayani aja.....
ReplyDeleteJadi jangan segan bereksperimen , mumpung masih muda......
Iya gak Ine....?????
Wah Bontang Plaza sekarang mah udah kusam banget deh....gak enak didatangin, mending tokonya gunung emas , malah jadi swalayan yang lumayan.
kalau cak Ali kami gak gitu fans, gak tau kenapa.....mungkin karena gak gitu seneng makan ikan.....
Senang saya baca ceritanya, jadi bernostalgia .... Saya dulu sering ikut suami ke Bontang sekitar tahun '88-'90 an. Sementara suami kerja dengan PT Badak, saya volunteer di perpustakaan untuk international school di sana dan sempat diminta untuk mendesign gedung perpustakaan umum yang waktu itu belum ada. Kami tinggal di kompleks Asian Jet, dan memang rasanya nyaman sekali tinggal di sana karena fasilitas sangat lengkap meskipun di hutan.
ReplyDeleteAri. tinggal di AJ itu di nomer brepa ? saya di AJ 133 yang dobel ampe tahun 91 Mei, abis itu pindah ke CH lalu PC 4 dan akhirnya di PC3. Jangan2 kita pernah ketemu.....
ReplyDeleteasyik juga baca kenangan kak esther sewaktu di bontang
ReplyDeletekita yang baca jadi terharu,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
selamat tinggal bontang dengan sejuta kenangan,,,,,,
eh ada Bang Bastaman disini.... met gabung di MP ya .....
ReplyDeleteIya bang...memang sejuta kenangan tersimpan dibumi Kalimantan....
wouw,,,ini ada yang dari SUNGAI GERONG,,,,,saya lahir disana zaman PT STANVAC INDONESIA,banyak kenangan manis disana, waktu saya kecil STANVAC banyak bule ( amrik )
ReplyDeletebegitu besar kerja di Bontang tinggal di komplex bulek disamping mbak esther,,,he,,,,,,ternyata
dunia ini kecil,,,,,
salam,
bastaman
iya ya..gara2 MP tali silahturahmi jadi terjalin kembali.....
ReplyDeletememang dilemma jadi anak komplek memang demikian mbak.
ReplyDeleteKalo mbak baca novel Andrea Hirata "LASKAR PELANGI" ada bagian-bagian yang mendiskreditkan kita anak-anak komplek...
Ya nggak papa, every single privilege has its own risk too ya nggak?
Salam kenal dari Eks Sungai Gerong (lahir di sana 1973)
salam kenal juga....
ReplyDeletewah seru juga ya tinggal di sungai gerong....
tahun 73 , saya sudah tamat SMP.....
Salam Kenal, Buat Ibu Esterlita,
ReplyDeleteSaya saat ini sedang di Bontang saya adalah Drafter AutoCad, Memang sudah menjadi Cita2 saya untuk menjadi pekerja di Bidang Migas, hanya saja saya terbentuk title saya karena saya hanya lulusan SMK saja. Mungkin ada yang bisa membantu saya memberi petunjuk dan masukannya , info lainnya juga saya terima .
Terima Kasih
Heru Nugroho
saya sudah gak di Bontang lagi sejak 6 tahun lalu, jadi rasanya agak sulit kalau kasih masukan pada anda, karena takutnya dah gak akurat lagi...
ReplyDeleteSalam kenal ya Bu Esther.
ReplyDeleteSaya ketemu blog ini pas iseng nyari kata "Bontang" :D
Sejak saya masih bayi sampai umu 15 tahun saya besar di Bontang juga loh. Tapi sejak SMA (tahun lalu), saya sudah pindah ke Balikpapan lagi.
Iya nih kawasan PT Badak/PT Pupuk itu susah banget deh dimasukkin. Saya ingat banget waktu saya masih SD (tahun 2000an), mau masuk gereja aja susahnya setengah mati. Bapak saya sampai harus minta bantuan dari temennya atau sengaja "minjem" stiker yang ditempel di kaca mobil orang lain sbg akses ke gereja.
Sepertinya sekian dulu deh bu dari saya.
Sekali lagi, salam kenal :D
salam kenal... tapi memang dimana mana yang termasuk industri strategis itu emang kawasan sulit dimasuki...
ReplyDeletemalah menurut saya Bontang lebih longgar karena masih bisa foto2...
Ditempat saya tinggal sekarang, bawa HP yang bercamera ajah gak boleh masuk ke plant.
Ooooo..
ReplyDeleteHarus ketat memang kayaknya penjagaan daerah kayak gitu... Ngeri deh kalo gas di PT Badak itu sampe bocor... Habis deh satu Bontang.
Wah, Ibu sekarang pindah ke mana memangnya? Pasti asik deh pindah ke tempat-tempat baru^^
oh gak baca tho cerita saya pindah...
ReplyDeleteboleh lihat di blog saya : http://estherlita.blogspot.com/
Sore Bu
ReplyDeleteBaca blog ini mengingatkan 3 tahun yg indah sewaktu ayah tugas di Bontang.
Jauh dari hingar bingar ibu kota dan kemacetan, walau tantangannya jadikurang u pembentukan diri seseorang.
Tapi tetap pengalaman indah u/ dikenang,,,semoga saja bisa kembali lagi,,,apalagi untuk membesarkan anak-2
tempat yang [paling aman buat membesarkan anak... jauh dari kejahatan kota...:)
ReplyDelete